wavinghands.org
KPK mengajukan tuntutan terhadap Hakim Agung Sudrajad Dimyati dengan tuntutan hukuman penjara selama 13 tahun. Tuntutan ini berdasarkan dugaan penerimaan suap sebesar Rp 800 juta yang dilakukan oleh Sudrajad Dimyati untuk memailitkan Koperasi Intidana. Meskipun telah dibacakan tuntutannya, Sudrajad Dimyati tidak mengakui penerimaan ‘uang setan’ tersebut.
Dalam tuntutan yang diajukan oleh jaksa KPK, disebutkan bahwa Hakim Agung Sudrajad Dimyati menerima goodiebag yang berisi uang sebesar Rp 800 juta, yang diberikan dalam bentuk pecahan SGD, di atas meja kerjanya. Goodiebag tersebut ditempatkan oleh asistennya, Elly Tri Pangestuti. Seminggu setelah kejadian tersebut, Sudrajad Dimyati kemudian membeli logam mulia di Toko Permata Baru Jewellery.
“Terdakwa mencoba mengelak bahwa uang yang digunakan untuk membeli logam mulia tersebut berasal dari warisan orang tuanya yang meninggal pada tahun 1986,” demikian isi tuntutan jaksa KPK yang dilaporkan oleh detikcom pada Senin (15/5/2023).
Hakim Agung Sudrajad Dimyati berusaha menghindar ketika warisan tersebut, baik dalam bentuk uang maupun aset, dibahas. Terdapat sekitar 26 item aset yang tidak dijual dalam satu tahun. Bahkan setelah penangkapan oleh KPK selama 37 tahun, masih terdapat 3 atau 4 aset yang belum dijual.
Hakim Agung Sudrajad Dimyati juga mencoba untuk menghindar dengan menyebutkan bahwa ia memiliki tabungan ayahnya yang disimpan di Singapura, dan ia menerima sejumlah USD 33 ribu yang disimpan di City Bank Singapura. Namun, Terdakwa tidak ingat berapa jumlah yang ia terima dalam bentuk SGD, namun ia mengatakan bahwa pecahan SGD tersebut adalah SGD 1000 dan SGD 100.
Selain itu, Hakim Agung Sudrajad Dimyati tidak melaporkan pendapatan dalam bentuk mata uang asing di Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Bahkan Sudrajad Dimyati juga tidak pernah melaporkan kepemilikan duit bermata yang dollarnya tersebut dalam LHKPN.
Tersebutlah bahwa Terdakwa adalah seorang penyelenggara negara, yakni seorang hakim agung, yang memiliki kewajiban untuk melaporkan secara berkala harta kekayaannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, dengan sengaja, Terdakwa tidak melaksanakannya, sehingga dugaan kuat muncul bahwa uang dalam bentuk dollar, baik SGD maupun USD, berasal dari tindak pidana,” ujar jaksa KPK.
“Oleh karena itu, alasan yang dikemukakan oleh Terdakwa bahwa pembelian logam mulia didanai oleh uang warisan tidak memiliki dasar yang kuat dan seharusnya tidak dianggap benar,” lanjut jaksa KPK dengan tegas menolak alibi dari hakim agung Sudrajad Dimyati.
Daftar Terdakwa Kasus Suap Kluster Hakim Agung
Kasus yang melibatkan beberapa hakim agung dan hakim lainnya di Indonesia telah menciptakan kegaduhan di dunia peradilan. Pelanggaran yang dilakukan oleh para pejabat tinggi ini mencerminkan kondisi yang memprihatinkan dalam sistem peradilan di tanah air. Berikut ini adalah daftar para terdakwa dalam kluster hakim yang terlibat dalam kasus tersebut.
Pertama, Hakim Agung Sudrajad Dimyati (SD) yang dituntut 13 tahun penjara. Ia diduga menerima suap untuk mengabulkan sejumlah kasus yang dia tangani di Mahkamah Agung. Selain SD, para terdakwa lainnya juga disinyalir menerima suap atau gratifikasi secara langsung maupun tidak langsung.
Kedua, Hakim Agung Gazalba Saleh, yang sempat menggugat status tersangkanya tetapi kalah. Ia diduga terlibat kasus suap dalam pengurusan putusan pengadaan tanah yang dia tangani. Statusnya kini tetap menjadi terdakwa dan masih menunggu proses persidangan lebih lanjut.
Ketiga, Hakim Elly Tri Pangestu (ETP), yang juga berstatus terdakwa dan sedang diadili di Pengadilan Negeri Bandung. ETP diduga melanggar beberapa ketentuan hukum dalam penanganan beberapa kasus, seperti suap dan gratifikasi. Seperti halnya dengan SD dan Gazalba Saleh, ETP juga diduga menerima suap atau gratifikasi dalam mengabulkan sejumlah kasus yang dia tangani.
Keempat, Hakim Prasetio Nugroho, yang juga berstatus terdakwa. Ia diduga terlibat dalam kasus suap pada pengurusan beberapa perkara di peradilan. Selain itu, Prasetio Nugroho juga diduga melakukan tindakan-tindakan yang tidak etis seorang hakim seperti mempengaruhi kalangan peradilan lainnya.
Kelima, Hakim Edy Wibowo, yang juga memiliki status terdakwa. Ia diduga menerima suap atau gratifikasi dalam penanganan beberapa kasus yang dia tangani. Hal ini mencoreng reputasi peradilan dan kredibilitas pengadilan di mata masyarakat Indonesia.
Terakhir, Hakim Agung Dr. Hasbi, yang sehari-hari menjabat sebagai seorang Sekretaris MA. Ia juga terlibat dalam kasus yang sama dengan para hakim lainnya dalam daftar ini. Keterlibatan para hakim dalam kasus ini menunjukkan betapa rawannya sistem peradilan di Indonesia.
Daftar Terdakwa Kasus Suap Kluster PNS
Kasus korupsi yang melibatkan para Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan staf Mahkamah Agung (MA) yang tergabung dalam kluster PNS ini menarik perhatian publik, khususnya masyarakat hukum di Indonesia.
Penegakan hukum harus benar-benar dilakukan secara tegas untuk menjaga marwah lembaga kehakiman yang diharapkan menjadi panutan dalam penerapan hukum di negeri ini. Kelima terdakwa di kasus ini yaitu Desy Yustria, Muhajir Habibie, Nurmanto Akmal, Albasri dan Redhy Novasriza yang diketahui telah sedang diadili di Pengadilan Negeri (PN) Bandung.
Melihat dari latar belakang kasus ini, para terdakwa diduga terlibat dalam korupsi yang berkaitan dengan pemberian atau penerimaan suap dari pihak-pihak tertentu yang di dalam kasus hukum lainnya. Kasus ini tentu mencoreng citra publik mengenai kualitas aparat penegak hukum di Indonesia.
Hal ini juga menjadi momentum untuk lebih meningkatkan integritas dan profesionalisme dalam dunia hukum, terutama bagi para aparat penegak hukum yang saat ini sedang menjalani proses pengadilan.
Sangat penting bagi pemerintah dan lembaga terkait untuk menegakkan prinsip keadilan dan supremasi hukum dalam menghadapi kasus ini. Mengingat para terdakwa merupakan bagian dari aparat kehakiman, maka mereka harus diadili dengan adil dan tanpa pandang bulu.
Seluruh elemen masyarakat perlu juga melakukan kontrol terhadap proses pengadilan yang sedang berlangsung, agar tidak ada praktik-praktik kecurangan yang dapat mempengaruhi putusan serta menjaga kredibilitas lembaga pengadilan di mata masyarakat.
Dalam proses peradilan, hak-hak dari para terdakwa harus tetap dihormati dan dijamin, termasuk hak untuk memperoleh pembelaan yang baik dan adil. Proses pemeriksaan saksi dan barang bukti perlu dilakukan secara objektif dan transparan, agar ditemukan kebenaran yang sesungguhnya. Selain itu, pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh perbuatan para terdakwa juga harus diberikan kesempatan untuk menyampaikan pendapat dan alasan dalam persidangan.
Kesimpulan
Penyelesaian kasus kluster Hakim Agung dan PNS di atas diharapkan dapat menjadi contoh dan pelajaran penting bagi lembaga kehakiman dan aparat penegak hukum lainnya di Indonesia. Keadilan harus ditegakkan melalui putusan yang adil dan tuntas serta tidak diskriminatif, berdasarkan bukti-bukti yang telah terkumpul dan diakui secara hukum.
Dalam menjalankan amanah masyarakat untuk menegakkan hukum dan keadilan, setiap aparat harus memiliki integritas dan profesionalisme yang tinggi, serta bebas dari segala bentuk praktik kesewenang-wenangan, nepotisme dan korupsi. Pada akhirnya, proses hukum yang sedang berlangsung para terdakwa di kluster Hakim dan PNS ini diharapkan dapat berjalan dengan lancar dan tidak terjadi hambatan.
source